Happy birthday, Rifal



14th May.
Today is Rifal's birthday. He is now 21 years old.
I don't know, nothing much to say, but here I take the monolog from my project.
 

Rifal sangat menyukai gerimis, tapi dia sangat tidak suka akan dingin. Udara dingin bisa menyebabkan penyakitnya kambuh. Ya, Rifal punya penyakit asma. Dulu aku suka sekali memarahinya jika dia sering keluar malam dan ngebut saat naik motor. Kemudian dia akan pura-pura menyesal, minta maaf, dan melakukannya lagi saat aku tidak tahu. Hal-hal itu terulang terus menerus dan mungkin belum berubah hingga sekarang.
Jika membicarakan kebiasaan buruk Rifal, itu tidak akan pernah ada habisnya. Rifal punya kebiasaan-kebiasaan aneh yang kadang aku sendiri tidak mengerti maksud dan tujuannya. Rifal suka sekali menertawakan hal-hal yang tidak lucu. Dia akan tertawa keras-keras disaat orang lain terdiam dan sama sekali tidak tersenyum. Dia suka menertawakan ucapannya sendiri. Kadang itu membuat orang-orang di sekelilingnya menjadi heran sekaligus bingung dengan tingkahnya. Aku rasa sense of humornya sudah rusak, hingga dia menganggap hal yang tidak lucu menjadi sangat lucu.
Rifal juga suka mengatakan hal-hal yang tidak dimengerti orang lain. He loves talking nonsense. Aku rasa imajinasi Rifal sudah jebol hingga dia bisa memikirkan, terlebih mengucapkan hal-hal yang bahkan tidak terpikirkan di otak orang lain.
Anehnya, saat aku melihat Rifal menertawakan hal yang tidak lucu tadi, aku akan secara otomatis ikut tertawa. Bahkan mungkin aku juga akan ikut tertawa terpingkal-pingkal. Cara tertawa Rifal sangat lucu. Aku masih hafal betul cara dia tertawa dan suara tawanya.
Rifal selalu membuka mulutnya dan menunjukkan barisan giginya yang kecil dan rapi. Kadang tawanya akan sedikit melengkik saat dia merasa suatu hal sangat lucu. Berbeda denganku yang suka dengan cara Rifal tertawa, beberapa temanku justru membencinya. Menurut mereka tawa Rifal itu sangat menganggu. Mereka akan menegur dan menyuruh Rifal diam ketika dirasa suara tawa Rifal mulai mengganggu ketenangan kelas. Jika sudah begitu, Rifal akan menyalahkan orang lain dan menuduh merekalah yang tertawa. Tindakan yang bodoh, karena aku pikir teman sekalas kami dulu sudah hafal betul dengan suara tawa Rifal.
Tidak hanya itu saja. Selain sering tertawa keras-keras tanpa alasan, Rifal juga sering tertawa sinis ketika dia menanggapi suatu hal. Dia akan menaikkan salah satu ujung bibirnya dan memperlihatkan seringai sinisnya ketika dia menanggapi hal yang dirasanya tidak sesuai dengan hatinya. Kadang dia akan tertawa dengan suara yang dibuat-buat dan berhenti mendadak dan mengacuhkan hal yang baru saja dia tertawakan. Lagi-lagi sikapnya itu berhasil membuat teman-teman kami kesal.
Begitulah sedikit dari kebiasaan Rifal yang selalu bisa membuatku tersenyum-senyum sendiri saat mengingatnya. Rifal adalah gerimis di siangku yang terik.

 

Aku dan Rifal ibarat kenangan yang belum terselesaikan. Cerita kami berhenti begitu saja tanpa sebab dan alasan yang pasti. Seperti daun kering yang terbang tertiup angin. Seperti debu yang hanyut terbawa air. Hilang entah kemana.
Hingga sekarang, hingga enam tahun berselang, perasaan yang kumiliki entah kenapa tak ikut hilang juga. Rifal tak pernah hilang dari benakku. Aku merasa dia selalu ada di sekelilingku bahkan ketika aku sadar bahwa mungkin dia sama sekali tidak memikirkanku.
Aku bukan menganggungkan Rifal sebagai seorang laki-laki yang aku cintai, tapi aku menganggapnya sebagai kenanganku. Kenangan terindah yang akan selalu ada dan tak kan mungkin bisa kulupakan. Rifal sudah menempati bagian dari diriku, entah sampai kapan dia akan tinggal.
Orang-orang di sekelilingku, terutama teman-temanku, sangat heran kenapa aku mau saja berada dalam keadaan seperti ini dan semacamnya. Mereka selalu tak habis pikir bahwa aku sudah mengalami hal ini selama hampir enam tahun lamanya, dan mereka kadang geram kenapa aku hanya diam saja. Dalam hati aku selalu berpikir bahwa kehidupan pribadiku ternyata sangat menarik bagi mereka.
Rifal, dia tidak bisa dengan begitu mudahnya kusuruh pergi dari hidupku. Aku merasa bahwa bahkan sebenarnya aku tidak berusaha mencegahnya tetap tinggal. Itu terjadi begitu saja. Aku sama seperti orang normal pada umumnya yang tidak bisa bertahan lama dalam sebuah ketidakpastian. Tapi semakin hari aku semakin ragu apakah aku memang mengaharapkan sebuah kepastian atau tidak.
Orang-orang mengatakan rasa cintaku sia-sia jika aku tidak melakukan apa-apa. Tapi, sungguh, aku tidak mengharapkan apapun dari Rifal. Aku tidak berharap dia juga akan menyukaiku atau membalas cintaku suatu saat nanti, aku tidak berharap dia akan menjadi pacarku kelak, apalagi menjadi teman hidupku. Tidak sama sekali. Bahkan hal-hal gila itu tidak pernah terlintas dipikiranku. Aku hanya mencintainya sesuai kemampuan yang kupunya. Aku tidak berusaha menjadi siapapun agar dia melihatku atau bagaimana. Aku masih sebagai diriku dengan perasaan yang sama seperti enam tahun yang lalu ketika kami masih memakai seragam putih biru.
Rifal bukan orang sempurna, tentu saja tidak. Walaupun kadang dia menyebalkan, tapi aku tahu dia laki-laki yang baik. Sebenarnya agak susah untukku mendiskripsikan baik yang seperti apa Rifal itu, yang aku tahu adalah dia baik, atau lebih tepatnya dia selalu berusaha baik pada setiap orang.
Rifal selalu punya cara sendiri dalam menyampaikan segala hal.

Happy birthday, Rifal. I always wish for you happiness. :)


Kisses and Hugs - Anggra


Comments